Jumat, 20 Januari 2012

Belajar..Belajar..dan Belajar

tadi gw briefing panitia semacam job fair gitu di kampus gw. satu kalimat yang mengena dari direktur adalah "mari kita sama-sama belajar di kepanitiaan ini.".

yes. i totally agree with that. menurut gw, apapun yang kita lakukan, apapun kegiatan atau kepanitiaan yang kita ikuti, dalam proses menjadi panitia itu kita juga belajar, selain menerapkan apa yang sebelumnya sudah kita pelajari. proses belajar itu menurut gw nggak berhenti selama kita masih hidup. yes, kita memang menerapkan apa yang sudah dipelajari, tapi point penting adalah bahwa apapun yang sudah kita pelajari akan tidak cukup, dan kita butuh untuk belajar yang lain.

kata bokap gw, jangan pernah berhenti belajar. jangan pernah merasa kamu sudah pintar dan tidak mau belajar lagi, itu namanya sombong. apa yang kamu ketahui sekarang ini tidak ada apa-apanya dengan ilmu milik Allah.

so, let's learn more and more and more!

Harapan dan Mimpi

waktu gw kecil gw berharap besok kalo udah gedhe gw jadi dokter. alasannya? masih nggak tahu sampai sekarang. tapi kayaknya waktu itu gw ngerasa jadi dokter itu keren, soalnya temen-temen gw pengen jadi polwan, abri, dan lain-lain. lucu adalah ketika adik gw ditanyain besok kalo gedhe mau jadi apa. dia jawabnya mau jadi tukang traktor. kayak Pak Santoro. Pak Santoro itu tukang traktor yang dulu terkenal di lingkungan rumah gw, tiap dia lewat pasti ada aja anak kecil yang keluar dari rumah. cuma buat liat Pak Santoro naek traktor.

mungkin terdengar lucu, apalagi adek gw paling kecil pengen jadi orang gila. ngakak sejadi-jadinya. tapiii.. itulah mimpi kita. bebas bebas aja dong mau jadi apa kita di mimpi kita. bahkan ketika apa yang kita impikan itu bisa dibilang aneh, lucu, atau mungkin unreachable. dan sebagai a day dreaming professional, ketika kita bermimpi itu kita bisa sejenak melepaskan beban yang ada di hati dan otak. ketika kita bermimpi, kita jadi ingin mewujudkannya untuk jadi kenyataan dan kemudian kita berharap itu benar-benar terjadi.

gw sangat suka bermimpi. berfantasi. apalagi ketika itu mampu sedikit mengingatkan gw bahwa gw masih punya bagian lain dalam hidup gw yang indah, tidak ternoda oleh hiruk pikuk masalah dunia. *tssaahh* dan gw berharap gw bisa mewujudkan mimpi gw. banyak list yang ada di mimpi gw untuk tahun 2012 ini. misalnya aja dapet beasiswa ke luar negeri - terutama ke eropa -, dapet nilai bagus di semester 5 dan 6, dan paling penting adalah tahun ini gw pengen menjadi tahun yang lebih menarik dan bikin hidup gw bahagia dibanding tahun kemaren.

kadang gw bertanya, ada orang-orang yang sering bilang - di sinetron- "hidup gw udah nggak berarti", "gw udah nggak punya harapan" dan lain-lainnya. gw bertanya, trus ngapain elu ngomong kayak gitu? ngeluh? emang dengan ngeluh Tuhan mau ngrubah hidup elu? ngeluh itu cuma jadi tanda kalo elu itu makhluk lemah. elu nggak mau berjuang buat hidup elu. kalo elu aja nggak mau berjuang buat hidup elu, ngapain juga Tuhan mau ngrubah hidup elu? dan dalam al-quran aja Tuhan udah bilang dengan jelas yang intinya Tuhan nggak akan ngrubah hidup suatu kaum kecuali kaum itu mau ngrubah hidup mereka sendiri. jangan pernah nyalahin orang lain untuk apapun yang terjadi dalam hidup kita. aktor utama hidup kita itu ya kita, orang lain cuma jadi figuran. mereka mungkin dikirim Tuhan buat nyadarin elu, buat bikin hidup elu lebih berarti.

setiap fase kehidupan kita, setiap langkah kita, yang nentuin itu kita. Tuhan ngasih petunjuk jalan yang baik buat kita. ibarat kita lagi di negara antah berantah, Tuhan ngasih marka jalan, papan nama jalan, lampu lalu lintas. So, why should stop hoping? why we are saying that there is no hope when God always gives you a hope? mungkin harapan itu ada dalam bentuk lain.

*fiuh*

Kamis, 19 Januari 2012

Libur (De Facto) Telah Tibaaa..

oyeeee...dengan tulisan ini gw menyatakan ujian gw udah berakhir. secara de facto. kalo secara de yure yaitu jadwal ujiand ari kampus baru selesei besok jum'at. dan gw bahagiaaaaa!!

tapi kemudian gw sedih. gw mau ngapain liburaaann??? masa iya nongkrng depan laptop, nonton film dan baca novel? Are you kidding me?!!

dan sekarang gw sedang mencoba mencari pekerjaan. mbabu.

Last Day: Ujian Terakhir

asyiik..hari ini ujian terakhir. tapi, GW NGGAK TAHU HARUS BELAJAR APA. damn!

ujian kedua yang gw nggak tahu harus belajar apa.

ta..ta..tapiii..

GW SUKA! akhirnya kuliah semester ini selesai. bisa liburan dan maen sesuka hati. *terdengar lagu "Libur Tlah Tiba"-nya Tasya*

ta ta tapi..

seperti kata temen gw:

ada KKN yang menjelang yang harus dipikirin. ada KEJUTAN ROMANTIS dari para dosen di portal akademik. semoga kejutannya menyenangkan hati! amiin..

Mahar Pernikahan dan Feminisme


Mahar Pernikahan dalam Perspektif Feminis
Studi Kasus:  Mahar Modern (DOWRY) di India dalam Perspektif Feminis Sosialis

Republik India merupakan salah satu negara berkembang yang perkembangan demokrasinya tercepat. Memerdekakan diri pada 26 Januari 1950, India juga merupakan salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tercepat semenjak adanya liberalisasi ekonomi pada awal tahun 1990an.[1] Pada tahun 2007, OECD mencatat tingkat pertumbuhan ekonomi di India sebesar 7,5%.[2] Perkembangan dan pertumbuhan demokrasi dan ekonomi ini sayangnya tidak sejalan dengan perkembangan keterlibatan wanita dalam bidang selain rumah tangga dan peningkatan jaminan hak wanita. Apalagi dengan masih kentalnya tradisi patrilineal dan patrilocal di India. Hal ini terkait tradisi mahar dalam kehidupan masyarakat India ketika terjadi pernikahan.
Di India kuno, mahar merupakan syarat pernikahan dalam kasta tertinggi di agama Hindu yaitu kasta Brahma yang sering disebut sebagai kanyadhan atau secara harfiah berarti hadiah dari pengantin perawan.[3] Pemberian kanyadhan ini dianggap sebagai dharma seorang ayah, kewajiban dalam agama untuk memberikan anak perempuannya kepada laki-laki lain tanpa meminta kompensasi, jika tidak maka laki-laki tersebut akan menjual anak perempuannya dan memperlakukannya layaknya ternak.[4] Kanydan sendiri dapat dibagai menjadi dua yaitu varadakshina atau pemberian hadiah kepada mempelai pria dan stridhana atau pemberian hadiah kepada mempelai wanita yang harus dianggap sebagai milik mempelai wanita. Tipe-tipe mahar tersebut kemudian membentuk jenis mahar modern yang ada saat ini dimana lebih sering keluarga mempelai wanita yang memberikan mahar dalam bentuk hadiah kepada mempelai pria. Tradisi mahar ala kasta Brahma di India Utara ini saat ini telah mengalami perubahan dan penyebaran di seluruh India. Perubahan dan penyebaran atas tradisi pemberian mahar ini menyebabkan terjadinya subordinasi lebih lanjut pada wanita. Oleh karena itu, dalam esai ini penulis akan membahas perubahan dan penyebaran mahar ala kasta Brahma di India yang menjadikan perempuan lebih tersubordinasi dan dilihat dari perspektif feminis sosialis.

Perkembangan Tradisi Mahar Modern di India
Mahar dalam tradisi Hindu-India lebih sering diasosiasikan dengan pemberian hadiah kepada mempelai pria dari mempelai wanita dan tumbuh sebagai sebuah tradisi di kasta tertinggi yaitu kasta Brahma. Mahar sendiri jika dilihat dari sejarah merupakan bentuk warisan sebelum kematian sang ayah bagi anak perempuannya, karena hanya laki-laki yang berhak mewarisi harta keluarga. Selain itu, mahar tersebut juga bisa diartikan sebagai kompensasi kepada mempelai pria dan keluarganya karena sokongan ekonomi yang diberikan kepada istri baru dimana wanita tidak memiliki peran dalam ekonomi pasar dan bergantung pada suami dan mertua mereka.[5] Namun, semenjak abad ke-20, seiring kemerdekaan negara yang terletak di Asia Selatan tersebut, tradisi pemberian mahar dari mempelai pria kepada mempelai wanita ini berubah esensi dasar pemberian dan jumlahnya. Selain itu, tradisi pemberian mahar tersebut mulai menyebar ke India bagian Selatan, dan bahkan masuk menjadi tradisi baru dalam kelompok-kelompok agama lain seperti Islam dan kasta-kasta yang lebih rendah dari kasta Brahma.
Di India bagian Selatan, pemberian mahar berbeda dengan pemberian mahar di India bagian Utara. Di India bagian Selatan, pada awalnya, mahar dibayarkan kepada keluarga mempelai wanita. Pemberian mahar ini berbentuk semacam pertukaran yaitu keluarga mempelai pria membayar mahar kepada keluarga mempelai wanita, dan keluarga mempelai wanita yang menanggung seluruh biaya pernikahan. Tradisi ini dianggap sebagai tradisi yang menghargai resiprositas, persamaan, dan pertukaran wanita dalam kelompok kecil[6] karena seringkali pernikahan di India bagian Selatan merupakan persatuan dua sub kasta atau jati dengan status sosial yang sama atau bahkan pernikahan terjadi dengan sepupu jauh.[7] Namun, semenjak paruh kedua abad kedua puluh, pembayaran mahar di India bagian Selatan mengikuti tradisi pembayaran seperti di India bagian Utara.
Tradisi kasta Brahma dalam pemberian mahar kepada mempelai pria ini juga menjadi tradisi baru dalam kelompok agama lain di India, khususnya di Islam. Di dalam agama Islam sendiri, pernikahan dianggap sebagai sunnah Rasul.[8] Pelaksanaan upacara pernikahan di Islam juga membutuhkan mahar. Namun, dalam Islam, hampir sama dengan tradisi di India bagian Selatan, mahar dibayarkan oleh mempelai pria. Mahar ini dianggap sebagai “hutang” dari mempelai pria kepada mempelai wanita yang harus dibayarkan jika saat pernikahan berlangsung mempelai pria tidak dapat membayar mahar tersebut. Adanya peraturan mahar ini sendiri dikarenakan sebagai tanda hormat dari seorang pria kepada istrinya dan dimaksudkan untuk memberikan status dan meningkatkan harga diri sang istri di mata suami.[9] Selain itu, mahar tersebut juga dilihat sebagai jaminan keamanan yang baik dalam hal kehidupan pernikahan, seperti ketika terjadi perceraian maka mahar harus diberikan kepada sang istri. Namun, tradisi mahar tersebut di kalangan Muslim India saat ini digantikan dengan tradisi mahar ala kasta Brahma di India Utara.
Hal yang sama juga terjadi pada kasta budak dalits yang sebelum tahun 1936 dianggap sebagai kasta paling rendah, kotor dan najis, serta tidak diperbolehkan masuk ke dalam candi, jalanan umum, memakai sepatu dan menutup bagian atas tubuh mereka.[10] Kasta ini awalnya juga belum mengenal istilah mahar yang menjadi tradisi kasta Brahma. Mahar dalam pernikahan di kasta dalits ini juga awalnya serupa dengan mahar di India bagian Selatan yaitu mempelai pria memberikan hadiah bagi mempelai wanita. Namun, setelah kemerdekaan India kasta yang akhirnya mendapatkan hak akses ke temapat-tempat suci agama Hindu pada tahun 1936 ini mulai mengenal mahar ala kasta Brahma. Dalam kasta dalits sendiri, mahar ala kasta Brahma tidak setinggi yang dibayarkan oleh kasta-kasta di atas mereka. Biasanya mereka hanya meminta uang dan emas. Selain itu, pembayaran mahar tersebut bisa dihindari dengan menikahi sepupu jauh atau menikah karena didasari cinta.
Pemberian mahar dari mempelai pria kepada mempelai wanita selain saat ini dilakukan di seluruh India, pemberian mahar tersebut juga mengalami perubahan dalam esensi dasar pemberian mahar, jumlah, dan sistemnya. Mahar yang diberikan maupun yang diminta bukan lagi atas dasar agama, tetapi karena keserakahan dan keinginan meningkatkan status sosial.

Perspektif Gender Feminis Sosialis dalam Tradisi Mahar di India
Dalam studi bidang gender, setidaknya ada tiga perspektif yang paling terkenal. Satu diantaranya adalah perspektif feminis sosialis. Menurut perspektif tersebut, perempuan tersubordinasi karena adanya kapitalisme dan budaya di masyarakat yang patriarkial. Perspektif yang merupakan penggabungan antara perspektif feminis radikal dan feminis marxis ini berpendapat bahwa kapitalisme dan patriarkhi saling mendukung. Selain itu, menurut perspektif ini, ada pemisahan antara “home” dan “workplace”. Inilah yang terjadi di masyarakat India. Subordinasi perempuan yang terjadi di India dengan adanya tradisi mahar modern ini jika dilihat dari perspektif sosialis ini disebabkan adanya budaya patriarkhi dan penerapan sistem ekonomi kapitalis di India.
Budaya patriarkhi merupakan budaya yang sering dikaitkan dengan budaya patrilineal. Keduanya sama-sama memberikan otoritas dan dominasi kepada laki-laki dalam kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat.[11] Dua budaya tersebut di India terlihat dengan adanya favoritisme terhadap anak laki-laki sebagai pewaris harta keluarga. Hal ini menyebabkan subordinasi terhadap perempuan dimana perempuan tidak mempunyai hak untuk mendapatkan warisan harta keluarga. Perempuan dibiarkan bergantung pada suami dan mertua, terutama dalam hal ekonomi. Budaya ini awalnya tumbuh di kalangan kasta tertinggi dalam agama Hindu., karena dalam kasta-kasta lain terutama kasta budak wanita bersifat independen meski hanya bekerja di ladang. Adanya budaya tersebut menyebabkan munculnya mahar dalam perkawinan dengan kedua jenis yang telah disebutkan di atas yang kemudian mengalami perkembangan dan perubahan serta memunculkan subordinasi dalam taraf yang lebih jauh terhadap perempuan. Hal ini turut diperparah dengan semakin tersebarnya tradisi tersebut di seluruh India yang juga menganut budaya patriarkhi.
Adanya budaya patriarkhi yang menyebabkan adanya tradisi mahar kasta Brahma di India Utara dan berkembang menjadi tradisi mahar yang ada saat ini tidak bisa dipisahkan dari adanya sistem ekonomi kapitalis di India. Munculnya ekonomi kapitalis di India dan didukung dengan adanya budaya patriarkhi, menjadikan laki-laki yang mengontrol produksi yang kemudian menyebabkan terbentuknya kelas dalam masyarakat. Sistem ekonomi kapitalisme tumbuh di India sejak adanya liberalisasi ekonomi pada awal tahun 1990an setelah dari kemerdekaannya hingga tahun 1991 India menerapkan kebijakan proteksionis yang dipengaruhi oleh sistem ekonomi sosialis dan menghasilkan perekonomian yang jauh dari dunia luar serta krisis akut dalam pembayaran saldo di tahun 1991. Liberalisasi ekonomi tersebut kemudian menyebabkan terbentuknya kelas baru dalam masyarakat India berupa status sosial yang tinggi dengan didasarkan pada jumlah kekayaan keluarga. Selain itu, sistem ekonomi kapitalis yang diiringi gelombang globalisasi memunculkan konsumerisme, materialistik dalam masyarakat India.
Kedua hal di atas sangat mempengaruhi subordinasi perempuan yang semakin parah di India melalui tradisi pemberian mahar oleh keluarga mempelai wanita kepada mempelai pria saat mereka menikah. Budaya patriarkhi yang ada di India menyuburkan pelaksanaan tradisi yang saat ini tidak lagi sesuai esensi dasar tradisi pemeberian mahar tersebut. Perempuan masih dianggap bergantung pada suami dan keluarga suami. Mereka, secara tradisi, tidak diperbolehkan bekerja di luar rumah. Tradisi yang tidak memperbolehkan perempuan bekerja di luar rumah tersebut awalnya hanya ada di kasta Brahma, namun seiring tersebarnya tradisi pemberian mahar dari keluarga mempelai wanita kepada mempelai pria, tradisi perempuan dilarang bekerja di luar rumah juga turut menyebar ke seluruh India. Menurut den Uyl, di dalam kasta dalits saat ini perempuan tidak lagi bekerja di ladang. Mereka yang dulunya bekerja di ladang atau bekerja sebagai tenaga kerja manual, saat ini hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga meski mereka terpelajar. Perubahan ini turut merubah tradisi mahar kasta dalits yang awalnya pemberian mahar berasal dari mempelai pria, kini pemberian mahar berasal dari mempelai pria. Hal yang sama juga terjadi di India bagian Selatan dan kelompok-kelompok agama lain.
Seiring penyebaran tradisi tersebut ke seluruh bagian di India, sistem ekonomi kapitalis merubah esensi dasar pemberian mahar tersebut. Sistem yang memunculkan kelas baru dalam masyarakat India berupa status sosial yang tinggi dan penguasaan produksi oleh laki-laki, menyebabkan keluarga yang memiliki anak perempuan berlomba-lomba menarik perhatian keluarga yang memiliki anak laki-laki dan status sosial yang tinggi. Mereka berlomba-lomba menawarkan jumlah mahar yang akan mereka berikan kepada keluarga calon mempelai pria. Mereka tidak ingin menanggung malu jika mahar mereka kurang sesuai dengan selera keluarga calon mempelai pria. Perubahan lain juga terletak pada sifat pemberian mahar tersebut. Dulu, pemberian mahar bersifat sukarela. Saat ini pemberian mahar di India karena permintaan dari keluarga mempelai pria. Sistem ekonomi kapitalis yang memunculkan sifat konsumerisme dan materialistik di masyarakat India, menyebabkan permintaan mahar oleh keluarga mempelai pria selalu dalam jumlah yang besar. Selain uang secara tunai, mereka juga meminta barang-barang mahal seperti mobil, sepeda motor, rumah, bahkan tanah.
Permintaan mahar yang sangat besar tersebut, status sosial calon mempelai pria yang lebih tinggi dinilai dari harta yang mereka miliki, dan keinginan keluarga mempelai wanita meningkatkan status sosial mereka seringkali menyebabkan keluarga mempelai wanita berada dalam kesulitan keuangan yang besar karena harta yang digunakan sebagai mahar untuk menarik calon mempelai pria biasanya habis. Ketidakinginan keluarga untuk jatuh miskin dan besarnya biaya yang ditanggung keluarga ketika memiliki anak perempuan— anak laki-laki membawa harta ke dalam keluarga— menyebabkan keluarga di India menolak memiliki anak perempuan lagi jika anak pertama mereka juga perempuan.[12] Penolakan ini seringkali dalam bentuk pembunuhan bayi perempuan, kesengajaan keluarga menelantarkan bayi perempuan mereka, dan semenjak ada teknologi baru yang dapat mengetahui jenis kelamin janin jauh sebelum janin dilahirkan, penolakan keluarga seringkali melalui aborsi janin perempuan. Selain itu, karena tidak ingin menanggung malu akibat anak perempuannya belum menikah, di India anak perempuan dinikahkan bahkan saat mereka masih di bawah umur dan biasanya mereka dinikahkan dengan dijodohkan oleh keluarga mereka.
Subordinasi terhadap perempuan melalui tradisi pemberian mahar kepada mempelai pria akibat budaya patriarkhi dan sistem ekonomi kapitalis memburuk ketika mahar yang diberikan tidak sesuai dengan yang diminta oleh keluarga mempelai pria atau mahar tidak dibayarkan pada tenggat waktu yang telah ditentukan. Ketika hal tersebut terjadi, pembunuhan terhadap istri-istri yang masih muda menjadi fenomena yang biasa di India meski ilegal. Pembunuhan tersebut biasanya dilakukan dengan membakar istri hidup-hidup dan dibuat seperti kecelakaan. Aksi pembunuhan inipun diketahui dan disetujui oleh keluarga mempelai pria. Tujuan pembunuhan terhadap istri mereka yang masih muda adalah kesempatan bagi suami untuk mendapatkan istri baru beserta harta dari mahar yang diberikan oleh keluarga mempelai wanita.

Kesimpulan
            Meski merupakan negara dengan perkembangan demokrasi tercepat, India terbukti masih memiliki cacat dalam hal gender. Tradisi pemberian mahar dari pihak mempelai wanita kepada pria yang awalnya berdasarkan agama dan keadilan, saat ini berubah menjadi alat subordinasi perempuan di India. Hal ini diperparah dengan adanya budaya patriarkhi dan sistem ekonomi kapitalis yang ada di India. Apalagi dengan adanya gelombang globalisasi, memunculkan masyarakat yang konsumerisme dan materialistik. Pemberian mahar tidak lagi bersifat sukarela tetapi karena permintaan dari keluarga pria dikarenakan mereka memiliki status sosial yang tinggi dikaitkan jumlah kekayaan mereka sehingga mereka memiliki kendali atas mahar yang akan diberikan. Sistem ekonomi kapitalis memunculkan hal tersebut. Budaya patriarkhi yang ada di India mendukung bagi pelaksaanaan tradisi yang saat ini telah berubah dari esensi dasarnya. Meskipun telah ada upaya dari pemerintah dan gerakan-gerakan feminis, tradisi yang telah mengakar kuat tersebut tidak bias dihilangkan begitu saja. Mengikuti resep yang diberikan oleh perspektif feminis sosialis mengingat akar permasalahan ada pada budaya patriarkhi dan sistem ekonomi kapitalis di India, hal yang bisa dilakukan adalah menghapuskan hak milik privat dan model produksi kapitalis serta menyetarakan beban dan kerjasama antara laki-laki dan perempuan.

Daftar Pustaka
Davids, T. dan van Driel, F. (ed.), The Gender Question in Globalization: Changing Perspective and Practices, Ashgate Publishing Company, Burlington, 2005.
Ashraf, N., “Dowry Among Muslims in Bihar”, Economic and Political Weekly, vol. 32, no. 52, 27 Desember 1997 – 2 Januari 1998.
Srinivasan, P. dan Lee, G.R., “The Dowry System in Northern India: Women's Attitudes and Social Change”, Journal of Marriage and Family, vol. 66, no. 5, Desember 2004.
Nelson, D., Indian gender gap widen due to number of female foetus abortions, 24 Mei 2011, <http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/india/8533467/Indian-gender-gap-widens-due-to-number-of-female-foetus-abortions.html>, 2 Juni 2011.
Organisation for Economic Co-Operation and Development, Policy Brief: Economic Survey of India, 2007, Oktober 2007, <http://www.oecd.org/dataoecd/17/52/39452196.pdf>, 6 Juni 2011, p. 1.
E.H. Wardani, Belenggu-belenggu Patriarki: Sebuah Pemikiran Feminisme Psikoanalisis Toni Morrison dalam THE BLUEST EVE, 17 Desember 2009, <http://eprints.undip.ac.id/6769/1/BELENGGU_BELENGGU_PATRIARKI_SEBUAH_PEMIKIRAN_FEMINISME_PSIKOANALISIS_TONI_MORRISON_DALAM_THE_BLUEST_EYE.pdf>




[1] M. den Uyl, “Dowry in India: Respected Tradition and Modren Monstrosity”, dalam T. Davids dan F. van Driel (ed.), The Gender Question in Globalization: Changing Perspective and Pranctises, Ashgate Publishing Company, Burlington, 2005, p. 144.
[2] Organisation for Economic Co-Operation and Development, Policy Brief: Economic Survey of India, 2007, Oktober 2007, <http://www.oecd.org/dataoecd/17/52/39452196.pdf>, 6 Juni 2011, p. 1.
[3] P. Srinivasan dan G.R. Lee, “The Dowry System in Northern India: Women's Attitudes and Social Change”, Journal of Marriage and Family, vol. 66, no. 5, Desember 2004, p.1108.
[4] den Uyl, “Dowry in India: Respected Tradition and Modren Monstrosity”, p. 145.
[5] Srinivasan dan Lee, “The Dowry System in Northern India: Women's Attitudes and Social Change”, p. 1108-9.
[6] den Uyl, “Dowry in India: Respected Tradition and Modren Monstrosity”, p. 148.
[7] den Uyl, “Dowry in India: Respected Tradition and Modren Monstrosity”, p. 148.
[8] N. Ashraf, “Dowry among Muslims in Bihar”, Economic and Political Weekly, vol. 32, no. 52, 27 Desember 1997 – 2 Januari 1998, p. 3310.
[9] Ashraf, “Dowry among Muslims in Bihar”, p. 3310.
[10] den Uyl, “Dowry in India: Respected Tradition and Modren Monstrosity”, p. 150.
[11] E.H. Wardani, Belenggu-belenggu Patriarki: Sebuah Pemikiran Feminisme Psikoanalisis Toni Morrison dalam THE BLUEST EVE, 17 Desember 2009, <http://eprints.undip.ac.id/6769/1/BELENGGU_BELENGGU_PATRIARKI_SEBUAH_PEMIKIRAN_FEMINISME_PSIKOANALISIS_TONI_MORRISON_DALAM_THE_BLUEST_EYE.pdf>
[12] D. Nelson, Indian gender gap widen due to number of female foetus abortions, 24 Mei 2011, <http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/india/8533467/Indian-gender-gap-widens-due-to-number-of-female-foetus-abortions.html>, 2 Juni 2011. 

Rabu, 18 Januari 2012

2012!! part #2

ini kali kedua gw nulis tentang tahun 2012.

dan sama-sama telat nulis kalo ngeliat konteks 2012 sebagai tahun baru.

eniweeeiii..gw mendapatkan kalimat oke punya dari desktop background laptop gw tersayang.

" I DECIDE to make this the most exciting and happiest years of my life"

yeah guys. I DECIDE!!

Listen To My Dreams

hari ini nggak ada ujian. *oh senangnya hatiku* dan gw berakhir menghabiskan waktu dengan baca novel J.D. ROBB "Seduction In Death". Keren abis. Nggak pernah bosen baca novelnya J.D ROBB yang merupakan nama alias Nora Roberts. Itu adalah seri ke-13, dan masih banyak seri yang akan muncul. aaaa...can't wait!

habis baca itu novel yang punya tokoh cowok keren abissss, gw melanjutkan nonton film hasil rampokan ke salah satu temen gw, namanya Caty. eh, Catur maksud gw.

judulnya "Dream Girls", yang maen ada Beyonce, Eddie Murphy *did i spell his name correctly?*
eniwei, itu ceritanya baguuss bangeeet.. film berkualitas menurut gw. *jangan sampai Caty baca ini, makin besar nanti kepala dia*
ada unsur jaman AS waktu masih rasis, trus ada Marthin Luther King, trus cerita tentang persahabatan, romance, dan intrik-intriknya.

pokoknya bagus. dan nggak nyesel gw ngrampok itu film.

dan lagi-lagi ada proses menuju kedewasaan, ketika harus say good bye dengan old friends, ketika kita mengejar hal-hal yang berbeda.
tapi yang paling penting adalah ketika ada orang mendengarkan mimpi kita dan mendorong kita untuk mencapai mimpi itu tanpa rasa iri, hanya bahagia melihat kita meraih mimpi kita.

Selasa, 17 Januari 2012

kata Raditya Dika "dewasa itu pindah"

mari mencoba menulis dengan bahasa gahool..

gw suka tulisan-tulisan raditya dika. simple tapi touchy. simple tapi fun. bahkan bokap gw baca buku dia yang terbaru "manusia setengah salmon" ketawa ngakak. jadi sekarang dia jadi idola bapak-bapak. 

eniweiii.. bagian yang laing touchy di buku itu adalah tentang "PINDAH". pindah rumah. pindah hati. pindah sekolah. dewasa itu, kata cowok ganteng yang sering dipanggil "mbing", "dikung" itu adalah tentang pindah. ketika kita TK, trus lulus kita masuk SD. itu kita pindah sekolah. begitu seterusnya. kuliah lulus, kita pindah cari kerjaan.

jadi, proses menuju dewasa itu melibatkan yang namanya "pindah".

dan itu gw rasain sekarang. dulu, gw orangnya berantakan abis. sekarang lumayan lah. lumayan rapi maksudnya. 

bahkan gw juga ngerasa temen-temen gw mulai pindah. entah dari mulai nyari temen-temen atau sahabat baru yang mereka rasa lebih bisa mengerti dan memahami mereka. atau mulai nyari passion di kuliah. mulai memikirkan "udah 20an nih, saatnya nabung. buat masa depan". itu juga pindah lho. pindah dari yang awalnya cuman mikir tentang maen, hura-hura, pacaran buat maenan, sekarang jadi mikir pacaran trus berlanjut ke arah yang lebih serius. yang jomblo dan belum move on terus pengen move on dan menemukan cinta yang baru. *ceileh* yang jomblo belum pernah pacaran trus mulai hunting pacar. 

banyak hal yang baru gw sadarin dalam hidup gw melibatkan kata "pindah". dan its damn true, guys.

so, menurut gw kita belum dewasa ketika kita belum bisa "pindah" cara pikir kita melihat dunia, melihat permasalahan yang kita hadapi, melihat masa lalu, dan melihat masa depan. 

dibandingkan, kemudian ....

ada dua temenku yang punya blog. dan aku memfollow blog mereka.

http://britbrita.wordpress.com/

dan

http://heynino.blogspot.com/

yang pertama itu punya sahabat dekat saya. kita kenal pertama kali waktu PPSMB fakultas tahun 2009. waktu itu kita satu kelompok. awal kenal sih standar ya. kenalan di facebook, trus satu kelompok ospek, dan waktu kuliah satu kelas. namanya Brita Putri Utami, salah satu sahabat yang saya kagumi karena dia tersenyum ketika ada masalah berat di pundaknya dan saya jengkel ketika dia tidak men-share masalah itu dan hilang dari permukaan bumi yang berakhir membuat saya khawatir.
but, she is what she is, and i'm proud to be one of her bestfriends, to take small part in her life. She is AWESOME. baca aja blognya kalo nggak percaya. *promosi* *nodong brita*

yang kedua itu punya temen deket saya juga, walaupun nggak sedeket seperti saya dan brita. Dia cowok, dan sekarang sedang mencari tambatan hati. *promosi* namanya Kishino Bawono. Kenal lagi-lagi di kamupus, dan sadar bahwa ternyata dia adalah adik kelas saya waktu smp, walaupun saya belum pernah lihat dia di smp. yes i know, unbelieavable. dan hubungan pertemanan kita berlanjut dengan diskusi-diskusi soal kuliah dan soal filosofi hidup *ceileh*.

dan bandingkanlah blog mereka dengan blog saya. terutama blog brita dan blog saya. Meeeeenn, Brita is awesome, she wrote many poems, and the poems itslef was great. dan kemudian saya iri.

haaahh, kalo nino sih, dia nulis apa yang sedang dia pikirkan. tapi itu juga awesome. karena percaya nggak percaya, kita butuh keberanian untuk nulis. dan saya lack of courage dalam menulis. kadang bingung mau nulis apa. dan kemudian berakhir dengan nulis iseng-iseng. well, but that's me. hahahaha

so, jangan takut buat nulis. siapa tahu peruntungan mu ada di menulis, bukan kerja di air. #eh

Sabtu, 14 Januari 2012

2012!!!! *telat posting*

2012.

2012.

katanya tahun 2012 dunia kiamat. ada yang bilang bulan mei, ada yang bilang bulan desember. nggak ada yang tahu pasti. temen-temen ada yang bilang, kalo emang tanggal 21 Desember 2012 kiamat, temen-temen kuliah ada yang mau sehari sebelum kiamat memukul kepala dosen, dan lain-lain.

tapi, hanya Allah yang tahu kapan kiamat itu terjadi. kapan gunung saling berbenturan, kapan matahari terbit dari arah barat.

eniwei, bukan mau ceramah sebenernya.

udah bikin resolusi buat tahun 2012? ada yang bilang ngapain bikin resolusi? live the life aja deh.

buatku resolusi itu penting, dalam artian untuk memacu semangat menjalani tahun ini. biar ada yang bisa dicapai dan pembuktian diri. setidaknya itu buatku. setiap orang punya hak untuk berpendapat, betul begitu pak guru pkkn? *what the hell was that?*

so, live your life, pursue your goals, your dreams, and catch it.

amiin.