Senin, 31 Oktober 2011

Take Home Exam

Ini take home exam waktu saya masih lugu dan polos di jurusan HI UGM.
Please Enjoy!(yang mau di enjoy apaan kalo tugas??!)


Take Home Exam
Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Hubungan Internasional
Dosen: Mohtar Mas’oed dan Eric Hiariej

Mainstream atau core mempelajari Ilmu Hubungan Internasional salah satunya adalah tentang  perang dan damai. Bagaimana terjadinya perang dan bagaimana terjadinya damai merupakan tujuan paling mendasar mengapa belejar salah satu ilmu yang termasuk dalam Political Science ini. Ilmu Hubungan Internasional masuk dalam kategori Political Science karena membahas tentang  power struggle yang juga berkaitan dengan politik. Begitu pula terjadinya perang yang pada intinya adalah untuk memperebutkan kekuasaan. Kekuasaan tersebut tidak hanya terpaku pada memimpin sebuah aliansi, tetapi juga untuk menjadi satu-satunya pemimpin di dunia internasional. Salah satu perang yang memperebutkan kekuasaan dalam hegemoni di dunia internasional adalah Perang Dingin.

Apa yang anda pahami tentang Perang Dingin?
Perang Dingin dimulai sejak 1949, tidak lama setelah berakhirnya Perang Dunia II. Berakhirnya Perang Dunia II ternyata membawa perubahan dalam tata dunia internasional, yaitu sebuah sistem yang didominasi oleh dua kekuatan atau bipolar, Amerika Serikat dan Uni Soviet, perlombaan pengembangan senjata nuklir, serta kompetisi perebutan kepemimpinan hegemoni antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Munculnya dua kekuatan besar setelah Perang Dunia II ini berujung pada terjadinya Perang Dingin. Banyak yang mendasarkan terjadinya Perang Dingin karena adanya konflik kepentingan, konflik ideologi (Amerika Serikat dengan ideologi liberalisme-kapitalisme, dan Uni Soviet dengan ideologi komunisme-sosialisme), serta didasari masalah perlombaan senjata antar dua kekuatan besar saat itu. Tetapi, menurut saya, dasar paling cocok hingga terjadinya Perang Dingin adalah masalah perlombaan senjata yang berujung pada security dilemma antara Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai pemenang dalam Perang Dunia II akibat vacuum of power setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Dua kekuatan besar yang muncul setelah Perang Dunia II dalam hierarki dunia internasional dan adanya vacuum of power di sistem tatanan dunia internasional menyebabkan saling curiga satu sama lain. Kondisi tersebut menyebabkan setiap superpower, yaitu Amerika Serikat (beserta sekutunya dan disebut blok barat) dan Uni Soviet (beserta sekutunya dan disebut blok timur), takut serta untuk berjuang melawan kemungkinan pihak yang lain menjadi satu-satunya pemimpin dunia internasional. Ketakutan yang dialami oleh negara superpower serta perbedaan mendasar pada ideologi serta kepentingan mereka lah yang menyebabkan konfrontasi tanpa face to face dengan senjata terjadi.
Realisasi dari perang dingin bukan konfrontasi secara langsung dengan senjata seperti pada dua perang sebelumnya, yaitu perang dunia I dan II, antara negara-negara yang berperang. Perang Dingin lebih menekankan pada persaingan penyebaran ideologi, ekonomi, pemberian bantuan, pengembangan senjata, dan lain-lain. Kedua negara yang saling bersaing ini kemudian menciptakan sistem tata internasional baru berupa bipolarity, yaitu suatu kondisi dimana kekuatan terkonsentrasi pada dua kubu dan negara-negara lainnya mendefinisikan dukungan mereka menurut hubungan mereka dengan kedua kubu tadi.
Masing-masing kubu saling meningkatkan keamanan mereka dengan perlombaan senjata meskipun senjata tersebut tidak digunakan secara langsung oleh kedua negara sebagai implikasi dari security dilemma. Perlombaan paling kentara adalah pengembangan senjata nuklir di kedua negara yang kemudian meluncurkan balance of terror. Kedua kubu juga saling memperebutkan wilayah tanpa menggunakan senjata mereka, tetapi menggunakan bantuan, baik ekonomi maupun militer, yang memiliki ikatan politik berupa aliansi militer, seperti yang terjadi di daratan Eropa bagian Barat dan Timur.
Aksi saling mencurigai dan ketidakpercayaan antar kubu juga menyebabkan terjadinya aksi spionase atau mata-mata. Maing-masing kubu juga semakin meningkatkan pengaruh mereka serta berusaha mengurangi bahkan menghambat pengaruh dari kubu lawan. Pada intinya, sepengetahuan saya, perang dingin berbeda dari dua perang sebelumnya karena tidak ada konfrontasi dengan senjata militer, namun perang dingin lebih berupa unjuk gigi masing-masing kubu dengan kemampuan mereka masing-masing yang dilandasi security dilemma, persaingan penyebaran ideologi dan kepentingan mereka.

Mengapa diangap sebagai salah satu periode penting dalam hubungan antar bangsa di era modern?
Perang Dingin dianggap sebagai salah satu periode penting dalam hubungan antar bangsa di era modern karena merupakan perang pertama dalam sakala internasional tanpa adanya konfrontasi senjata secara langsung antar kedua kubu. Konfrontasi terjadi melalui adu perlombaan penyebaran ideologi serta pengembangan senjata. Perang yang awalnya diperkirakan akan berakhir dengan meletusnya perang senjata nuklir ini, ternyata berakhir secara damai tanpa ada satupun nuklir yang meledak.
Tidak adanya konfrontasi secara langsung, lebih sedikit kerusakan yang ditimbulkan namun tetap dengan intensitas yang sama, serta berakhir dengan damai inilah yang membuat perang ini, menurut saya, menjadi periode penting dalam hubungan antar bangsa di era modern. Selain itu, sesuai dengan buku World Politics: Trend and Transformation, perang ini memberi pelajaran bagaimana caranya mengontrol kompetisi antar kekuatan-kekuatan besar yang makin menegaskan bahwa perang ini merupakan salah satu periode penting dalam hubunga antar bangsa di era modern. Ditambah lagi dengan adanya dampak atau pengaruh yang ditimbulkan oleh perang dingin dalam penyelenggaraan hubungan antar bangsa serta studi tentang hubungan internasional.

Apa yang dimaksudkan dengan berakhirnya Perang Dingin?
Tidak seperti dua perang pendahulunya yang berakhir dengan kerusakan, serta mengakibatkan trauma, Perang Dingin berakhir dengan damai. Yang dimaksudkan dengan berakhirnya perang dingin sendiri, menurut saya, adanya kesepakatan normalization hubungan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang didahului oleh beberapa perjanjian mengenai persenjataan nuklir yang selama perang menjadi kompetisi utama kedua superpower. Selain itu, runtuhnya ”kerajaan” komunis bentukan Uni Soviet dan penerimaan paham kapitalisme dalam perekonomian serta liberalisme dalam pemerintahan oleh negara-negara berhaluan komunis di Eropa Timur menjadi indikasi berakhirnya permusuhan diam-diam antar kedua negara.
Di sisi lain, berakhirnya perang dingin juga diartikan sebagai kemenangan yang diraih oleh paham kapitalisme-liberalisme sebagai paham atau filosofi yang diterima di seluruh dunia. Jadi, meskipun berakhir secara damai, tetap saja menurut saya secara tidak langsung Amerika Serikat lah yang menjadi pemenang dalam pertarungan ini.

Apakah berakhirnya Perang Dingin berpengaruh terhadap studi tentang Hubungan Internasional? Apa pengaruhnya dan alasannya?
Mainstream atau core belajar ilmu hubungan internasional salah satunya adalah tentang bagaimana perang dan damai itu terjadi. Dari itu, berakhirnya perang dingin dalam damai berarti mempunyai pengaruh terhadap studi tentang hubungan internasional. Pengaruh pertama dari berakhirnya perang antar dua kekuatan besar pemenang Perang Dunia II ini adalah interpretasi baru dalam melihat akhir dari perang yang melibatkan bangsa-bangsa di dunia. Hal ini dikarenakan perang yang selama ini (sebelum Perang Dingin) diidentikkan dengan akhir yang berupa konfrontasi senjata yang berimplikasi pada kehancuran di kedua belah pihak, pada Perang Dingin ternyata dapat diakhiri dengan damai. Ada kemungkinan kubu yang berperang mengadakan rekonsiliasi atas kompetisi perbedaan mereka tanpa diakhiri dengan peperangan.
Pengaruh kedua adalah munculnya jenis perang baru dalam tatanan dunia internasional beserta alasan-alasan yang mendasari terjadinya perang. Setelah perang dingin berakhir, perang tidak lagi hanya antar negara-negara superpower, tetapi juga antar negara-negara kecil, bahkan antar dua kelompok dalam satu negara dan disebut sebagai civil war atau perang saudara. Selain itu, muncul pula teknik perang baru yaitu terorisme. Alasan-alasan yang mendasari perang pun tidak lagi memperebutkan kepemimpinan hegemoni, tetapi juga masalah klaim wilayah (Palestina-Israel, India-Pakistan), dan lain-lain.
Pengaruh ketiga adalah terciptanya sistem tatanan dunia internasional yang baru. Setelah berakhirnya perang dingin dan kemenangan yang diraih oleh Amerika Serikat secara tidak langsung lewat diakuinya paham atau ideologi mereka oleh seluruh dunia sebagai paham yang dapat diterima, memunculkan unipolar system di dunia internasional yaitu Amerika Serikat sebagai pusatnya. Meskipun begitu, seiring berlalunya waktu, kini tatanan dunia internasional berubah ke multipolar system seiring munculnya kekuatan baru, baik di bidang politik, ekonomi, maupun militer, seperti Jepang dan China.
Pengaruh terakhir, menurut saya, adalah munculnya isu-isu baru yang menjadi sorotan dalam bahasan studi tentang hubungan internasional. Hal ini dikarenakan adanya globalisasi yang menyebabkan batas antara ekonomi, politik, sosial, dan laian-lain menjadi kabur. Setelah perang dingin, mulai muncul aktor-aktor non negara yang ikut berperan dalam kegiatan-kegiatan dunia internasional. Isu-isu baru yang muncul antara lain masalah ekonomi-politik internasional, lingkungan, Hak Asasi Manusia, dan lain-lain.

Bagaimana perbandingan perang dan damai pasca perang dingin? Lebih damai kah ataukah sebaliknya? Apa alasannya?
Setelah berakhirnya perang dingin yang ditandai dengan terpecah belahnya Uni Soviet menjadi beberapa negara yang merdeka serta diterimanya paham liberalisme-kapitalisme, timbul pertanyaan apakah dunia akan lebih damai atau malah lebih sering terjadi perang. Berbagai pendapat bermunculan seiring munculnya dampak atau pengaruh berakhirnya perang dingin dalam penyelenggaraan hubungan antar bangsa serta terhadap studi tentang hubungan internasional.
Menurut teori realisme, jika kita menginginkan damai maka kita harus bersiap perang atau lebih sering dikenal dengan sebutan Ci vis pacem, para bellum. Struktur dunia internasional yang anarki, tidak adanya ”pemerintah”, serta ”aturan hukum” turut mendukung argumen ini. Dengan struktur yang demikian, setiap bangsa mempunyai kesempatan untuk mengambil perannya masing-masing sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan semua negara memiliki kedudukan yang seimbang yang kemudian akan mencegah terjadinya perebutan kekuasaan. Hal ini tentunya memberi legitimasi paham ini jika ingin menjaga perdamaian dengan selalu siap untuk berperang.
Sedangkan menurut teori liberalisme, perdamaian itu berarti tidak ada perang sama sekali. Hal ini tentunya jika diterapkan dengan kondisi setelah perang dingin akan mendukung anggapan bahwa damai tidak benar-benar tercipta meski perang dingin telah berakhir. Ini dibuktikan dengan adanya perang antar negara di era modern ini, misalnya antara Amerika Serikat-Irak, Israel-Palestina, dan India-Pakistan. Bahkan perang di dalam satu negara oleh dua kelompok atau perang saudara semakin banyak dan ditambah lagi dengan maraknya kegiatan terorisme.
Secara keseluruhan, kedua paham ini dapat diterima. Tetapi, menurut saya, arti damai itu sendiri juga akan turut menjawab pertanyaan ini. Seperti kata liberalisme, jika damai berarti tidak ada perang, maka bisa kita katakan pasca perang dingin damai tidak benar-benar terjadi. Jika kita artikan damai selain tidak adanya perang, tetapi juga tidak ada kelaparan, kemiskinan, dan lain-lain, maka dunia tidak lebih damai pasca perdamaian antara Amerika Serikat-Uni Soviet. Isu-isu yang muncul pasca perang dingin turut menguatkan argumen ini. Negara-negara yang ”terbelakang” semakin susah mengejar ketinggalan mereka dengan adanya globalisasi yang menyebabkan munculnya isu kemiskinan, kerusakan lingkungan, wabah penyakit, dan lain-lain.
Maka, jika kita tarik kesimpulan, pasca perang dingin dunia tidak lebih damai dibandingkan sebelumnya jika kita melihat fenomena-fenomena dalam hubungan internasional di era modern ini. Berakhirnya perang dingin dengan damai ternyata tidak memberi jaminan bahwa dunia akan lebih damai. Namun, tidak dapat kita pungkiri, normalisasi hubungan Amerika Serikat-Uni Soviet memunculkan isu-isu serta pandangan baru dalam pelaksanaan hubungan antar bangsa di ranah internasional.